Belum lama ini, peneliti menemukan bahwa jenis mikroba tertentu berpotensi membantu membersihkan kebocoran gas alam baik yang terjadi secara alami ataupun akibat ulah manusia.
Ledakan empat tahun lalu pada anjungan pengeboran minyak lepas pantai di Deepwater Horizon di Teluk Meksiko menewaskan 11 orang dan memuntahkan hampir lima juta barel minyak ke Teluk.
Meski insiden ini, seperti dilansir voaindonesia.com, dinilai sebagai bencana laut terbesar dalam sejarah Amerika, akan tetapi ini bukan satu-satunya. Sebab, menurut Badan Perlindungan Lingkungan AS kira-kira 14 ribu tumpahan minyak dilaporkan terjadi setiap tahun di Amerika Serikat saat minyak dan gas alam ditranspor lewat jaringan pipa, kapal tongkang, kereta api, dan truk.
Ilmuwan telah mengidentifikasi kira-kira 100 mikroba yang mengkonsumsi metana, produk sampingan dari gas alam. Metana berpotensi sebagai penyebab perubahan iklim dan memanaskan atmosfir.
Dalam sebuah makalah di jurnal Nature, ahli mikrobiologi lingkungan Colin Murrell dan rekan-rekannya di University of East Anglia di Inggris melaporkan pengamatan mereka terhadap susunan genetik dari sebuah jenis bakteri tunggal. Mereka menamakan mikroba itu Methylocella silvestris.
Mikroba tersebut ditemukan di lahan gambut, tundra dan tanah di hutan-hutan Eropa Utara. Mikroba itu juga ditemukan dalam tumpahan minyak di Deepwater Horizon. Murrell mengatakan eksperimen di laboratorium memperoleh temuan bahwa mikroba tersebut mengkonsumsi unsur gas alam itu.
“Kami menguji pertumbuhannya dalam gas propana, dan ternyata mikroba tumbuh pesat dalam propana serta metana. Ini merupakan keunikan dari fungsinya, dimana organisme itu tampaknya memiliki kemampuan untuk berkembang dalam lingkungan gas-gas yang berbeda,” tutur Murrel.
Akan tetapi usaha menumbuhkan di laboratorium percobaan berbeda dibandingkan dengan lingkungan alaminya, inilah alasannya mengapa peneliti ingin memahami fungsi mikroba itu dan pemicu perilaku mereka.
Selain itu, Murrell juga menambahkan temuan ini memberi informasi bagi pembuat keputusan tentang potensi mikroba untuk memperbaiki kerusakan alam.
“Dari segi pembersihan lingkungan atau dalam konteks organisme yang menghasilkan bahan kimia bermanfaat dan secara hayati lebih bersih dibandingkan penggunaan bahan kimia berbahaya, sehingga ini merupakan proses kimia yang ramah lingkungan,” pungkas Murrel.
Efek metana pada pemanasan global, tambah Murrell, 20 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida. Jadi penting untuk memahami bagaimana metana ini bisa dibersihkan dari lingkungan secara alamiah sebelum gas-gas ini terlepas ke atmosfir.
Ledakan empat tahun lalu pada anjungan pengeboran minyak lepas pantai di Deepwater Horizon di Teluk Meksiko menewaskan 11 orang dan memuntahkan hampir lima juta barel minyak ke Teluk.
Meski insiden ini, seperti dilansir voaindonesia.com, dinilai sebagai bencana laut terbesar dalam sejarah Amerika, akan tetapi ini bukan satu-satunya. Sebab, menurut Badan Perlindungan Lingkungan AS kira-kira 14 ribu tumpahan minyak dilaporkan terjadi setiap tahun di Amerika Serikat saat minyak dan gas alam ditranspor lewat jaringan pipa, kapal tongkang, kereta api, dan truk.
Ilmuwan telah mengidentifikasi kira-kira 100 mikroba yang mengkonsumsi metana, produk sampingan dari gas alam. Metana berpotensi sebagai penyebab perubahan iklim dan memanaskan atmosfir.
Dalam sebuah makalah di jurnal Nature, ahli mikrobiologi lingkungan Colin Murrell dan rekan-rekannya di University of East Anglia di Inggris melaporkan pengamatan mereka terhadap susunan genetik dari sebuah jenis bakteri tunggal. Mereka menamakan mikroba itu Methylocella silvestris.
Mikroba tersebut ditemukan di lahan gambut, tundra dan tanah di hutan-hutan Eropa Utara. Mikroba itu juga ditemukan dalam tumpahan minyak di Deepwater Horizon. Murrell mengatakan eksperimen di laboratorium memperoleh temuan bahwa mikroba tersebut mengkonsumsi unsur gas alam itu.
“Kami menguji pertumbuhannya dalam gas propana, dan ternyata mikroba tumbuh pesat dalam propana serta metana. Ini merupakan keunikan dari fungsinya, dimana organisme itu tampaknya memiliki kemampuan untuk berkembang dalam lingkungan gas-gas yang berbeda,” tutur Murrel.
Akan tetapi usaha menumbuhkan di laboratorium percobaan berbeda dibandingkan dengan lingkungan alaminya, inilah alasannya mengapa peneliti ingin memahami fungsi mikroba itu dan pemicu perilaku mereka.
Selain itu, Murrell juga menambahkan temuan ini memberi informasi bagi pembuat keputusan tentang potensi mikroba untuk memperbaiki kerusakan alam.
“Dari segi pembersihan lingkungan atau dalam konteks organisme yang menghasilkan bahan kimia bermanfaat dan secara hayati lebih bersih dibandingkan penggunaan bahan kimia berbahaya, sehingga ini merupakan proses kimia yang ramah lingkungan,” pungkas Murrel.
Efek metana pada pemanasan global, tambah Murrell, 20 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida. Jadi penting untuk memahami bagaimana metana ini bisa dibersihkan dari lingkungan secara alamiah sebelum gas-gas ini terlepas ke atmosfir.